Latest News

Contextual Teaching And Learning (Ctl)

A.    Definisi
Kata “kontekstual” berasal dari “konteks” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung dua arti: 1) bab sesuatu uraian atau kalimat yang sanggup mendukung atau menambah kejelasan makna; 2) situasi yang ada korelasi dengan suatu kejadian.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep berguru yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia aktual siswa dan mendorong siswa membuat korelasi antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Model pembelajaran kontekstual tidak bersifat ekslusif bakal tetapi sanggup digabung dengan model-model pembalajaran yang lain, contohnya: penemuan, keterampilan proses, eksperimen, demonstrasi, diskusi, dan lain-lain. Pendekatan kontekstual sanggup diimplementasikan dengan baik, dituntut adanya kemampuan guru yang inovatif, kreatif, dinamis, efektif dan efisien guna membuat pembelajaran yang kondusif. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya narasumber dalam pembelajaran dan kegiatan telah beralih menjadi siswa sebagai sentra kegiatan pembelajaran serta kiprah guru hanya sebagai motivator dan fasilitator, maka semangat siswa sanggup meningkat dengan memakai metode, materi, dan media yang bervariasi.
Johnson, mengartikan pembelajaran kontekstual ialah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam materi pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya
Beberapa jago mengemukakan definisi perihal metode pembelajaran CTL. Menurut Sanjaya (2006). CTL ialah suatu taktik berguru mengajar yang menekankan kepada proses keterlibatan mahasiswa secara penuh untuk sanggup menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan aktual sehingga mendorong mahasiswa untuk sanggup menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep CTL tersebut ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan mahasiswa untuk menemukan materi, artinya proses berguru diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses berguru dalam konteks CTL tidak mengharapkan biar mahasiswa hanya mendapatkan materi perkuliahan, bakal tetapi proses mencari dan menemukan sendiri pengetahuannya.
Kedua, CTL mendorong biar mahasiswa sanggup menemukan korelasi antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya mahasiswa dituntut untuk sanggup menangkap korelasi antara pengalaman berguru dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, alasannya ialah dengan sanggup mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi mahasiswa materi itu bakal bermakna secara fungsional, bakal tetapi materi yang dipelajarinya bakal tertanam erat dalam memori mahasiswa , sehingga tidak bakal gampang dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong mahasiswa untuk sanggup menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan mahasiswa sanggup memahami materi yang dipelajarinya, bakal tetapi bagaimana materi pelajaran itu sanggup mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, bakal tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
B.     Karakteristik
Menurut Priyatni dalam Krisnawati dan Madya (2004: 56) pembelajaran yang dilaksanakan dengan memakai metode kontekstual memiki karakteristik sebagai berikut:
1.      Pembelajaran yang dilaksanakan dalam konteks yang otentik, artinya pembelajaran diarahkan biar siswa memiliki keterampilan dalam memecahkan duduk kasus aktual yang dihadapi.
2.      Pembelajaran menawarkan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
3.      Pembelajaran dilaksanakan dengan menawarkan pengalaman bermakna kepada siswa.
4.      Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok , berdiskusi, dan saling mengoreksi.
5.      Kebersamaan, kerjasama, dan saling memahami satu dengan yang lain secara mendalam merupakan aspek pembelajaran yang menyenangkan.
6.      Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif dan memetingkan kerjasama.
7.      Pembelajaran dilaksanakan dengan cara menyenangkan.
C.    Prinsip
Kurikulum dan pembe1ajaran kontekstua1 perlu didasarkan atas prinsip dan taktik pembe1ajaran yang mendorong terciptanya lima bentuk pembelajaran "relating, experiencing, applying, cooperating, and transferring" (http://www.cord.org/lev2.cfm/143 : 1; Dep diknas 2002b: 20-21). Penjelasan masing-masing prinsip atau taktik tersebut ialah sebagai berikut.
1.      Keterkaitan/Re1evansi (Relating)
Proses pembelajaran hendaknya memi1iki keterkaitan (relevan) dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa, (relevansi antar faktor internal ibarat bekal pengetahuan, keterampilan, bakat, minat, denganfaktor ekstemal ibarat ekspose mediadan pembelajaran oleh guru dan lingkungan luar), dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia aktual ibarat manfaat untuk bekal bekerja di kemudian hari dalam kehidupan masyarakat. Pada pelajaran "pengubinan" pada Matematika, contohnya, sangat berkhasiat kalau seorang siswa ingin menjadi pengusaha tegel atau menjadi interior designer. Pelajaran sosiologi, sosiatri, aturan adat, dan antroplogi budaya juga berkhasiat bagi siswa yang bakal bekerja sebagai polisi, hakim, jaksa, dan pengelola Lembaga Swadaya Masyarakat.
2.      Pengalaman Langsung (Experiencing)
Dalam proses pembelajaran siswa perlu mendapatkan pengalaman pribadi melalui kegiatan eksplorasi, inovasi Kontskstual (discovary), inventory, investigasi, penelitian, dan sebagainya. Experiencing dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual (http://www.cord.org/lev2.cfin/l43: I). Proses pembelajaran bakal berlangsung cepat kalau siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melaksanakan bentuk bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif. Untuk mendorong daya tarik dan motivasi, sangatiah bermanfaat penggunaan taktik pembelajaran dan media ibarat audio, video, membaca dan menelaah bukuteks, dsb.
3.      Aplikasi (Applying) Menerapkan fakta, konsep, prinsip, dan mekanisme yang dipelajari dalam situasi dankonteksyanglainmerupakanpembelajaran tingkat tinggi, lebih daripada sekedar menghafai. Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari guna diterap-kan pada situasi lain yang berbeda merupakan penggunaan (use) fakta konsep, prinsip atau proseduratau"pencapaian tujuan pembelajarandalam bentuk memakai (use )"(Merrill & Reigeluth, 1987: 17). Kemampuan siswa menerapkan konsep dan gosip dalam konteks yang bermanfaat juga sanggup mendorong siswa untuk memikirkan karir dan pekerjaan di masa depan yang mereka minati. Dalam pembelajaran kontekstual, penerapan ini lebih banyak diarahkanpadadumakerja. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, pengenalan dunia kerja ini dilaksankan dengan memakai buku teks, video, laboratorium, dan bila memungkinJs.an ditindaklanjuti dengan memberikanpengalaman pribadi melalui kegiatan karyawisata,praktekkeIja lapangan, magang (internship), dansebagainya.
4.      Kerjasama (Cooperating) Kerjasama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antara sesama siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan nara sumber, memecahkan duduk kasus dan mengerjakan kiprah bersama merupakan taktik pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual. Pengalaman berhubungan tidak hanya membantu siswa berguru menguasai materi pembelajaran tetapi juga sekaligus menawarkan wawasan pada dunia aktual bahwa untuk menuntaskan suatu kiprah bakal lebih berhasil kalau dilakukan "secara bantu-membantu atau kerjsama dalam bentuk tim kerja. Kerja laboratorium sebagai taktik utama CTL intinya juga merupakan bentuk kerjasama. Pada umumnya siswa bekerja dalam bentuk pasangan atau kelompok kecil yang terdiri 3 - 4 orang untuk menye1esaikan kiprah laboratorium. Penyelesaian kiprah laboratorium memerlukan perwakilan yang bertugas mengamati, menulis, menyusun laporan, diskusi, dan sebagainya. Kualitas hasil kerja tim tergantung dari kualitas kerjasama di antara anggota tim.
5.      Alih Pengetahuan(Transferring)
Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain. Dengan kata lain, pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki bukan sekedar untuk dihafal tetapi sanggup digunakan, diaplikasikan, atau dialihkan pada situasi dan kondisi lain. Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari untuk memecahkan masalah-masalah gres merupakan penguasaan taktik kognitif (Gagne, 1988: 19) atau pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menemukan (finding) " (Reigeluth& Merrill, 1987: 17). Dengan mengetahui sifat-sifat aliran air sungai, dengan mengetahui prinsip-prinsip kerja dinamo, dan baling-baling (turbin), contohnya, siswa sanggup membuat pembangkit listrik tenaga air sungai untuk memecahkan duduk kasus kelangkaan penerangan.


D.    Komponen
Menurut Nurhadi (2002: 10) sebuah kelas dikatakan memakai pendekatan kontekstual, kalau menerapkan tujuh komponen utama contextual teaching and learning berikut, yaitu:
1.      Konstruktivisme (constructivism)
Konstruktivisme ialah proses membangun atau menyusun pengetahuan gres dalam struktur kognitif siswa menurut pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar bakal tetapi dikonstruksi dari dalam diri seseorang (Sanjaya, 2006:264).
Muslich (2009:44) mengemukakan konstruktivisme ialah proses pembelajaran yang menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif menurut pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman berguru yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap dipraktikannya. Manusia harus mengkonstruksikannya terlebih dahulu pengetahuan itu dan menawarkan makna melalui pengalaman nyata.
Berdasarkan pendapat di atas sanggup dianalogikan bahwa siswa lahir dengan pengetahuan yang masih kosong. Dengan menjalani kehidupan dan berinteraksi dengan lingkungannya, siswa menerima pengetahuan awal yang diproses melalui pengalaman-pengalaman berguru untuk memperoleh pengetahuan baru. Dalam hal ini anak bakal berguru lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.

2.      Menemukan (inquiry)
Komponen kedua dalam CTL ialah inquiri. Inquiri, artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencairan dan inovasi melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses Inquiri sanggup dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu: merumuskan masalah, mengajukan hipotesa, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan (Sanjaya, 2006:265).
Menemukan (Inquiri) merupakan proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil
mengingat seperangkat fakta, bakal tetapi hasil menemukan sendiri dari
fakta yang dihadapinya Muslich (2009:45).
Berdasarkan pendapat di atas sanggup dikatakan bahwa pengetahuan bukanlah sejumlah fakta dari mengingat, bakal tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian, dalam proses perencanaan guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal bakal tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa sanggup menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.

3.      Bertanya (questioning)
Belajar pada hakekatnya ialah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya sanggup dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir (Sanjaya,
2006:266). 
Menurut Mulyasa (2009:70) menyebutkan ada 6 keterampilan bertanya dalam kegiatan pembelajaran, yakni pertanyaan yang terperinci dan singkat, memberi acuan, memusatkan perhatian, memberi giliran dan membuatkan pertanyaan, pemberian kesempatan berpikir, dan pemberian tuntunan. Dalam pembelajaran melalui CTL guru tidak memberikan gosip begitu saja, bakal tetapi memancing biar siswa sanggup menemukan sendiri. Karena itu kiprah bertanya sangat penting, alasannya ialah melalui pertanyaan-pertanyaan guru sanggup membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.

4.      Masyarakat berguru (learning community)
Didasarkan pada pendapat Vygotsky, bahwa pengetahuan dan pemahaman anak banyak dibuat oleh komunikasi dengan orang lain. Permasalahan mustahil dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan sumbangan orang lain. Konsep masyarakat berguru (Learning Comunity) dalam CTL hasil pembelajaran diperoleh melalui
kerja sama dengan orang lain, teman, antar kelompok, sumber lain dan
bukan hanya guru (Sanjaya, 2006:267).
Muslich (2009:46) mengemukakan konsep masyarakat berguru dalam CTL menyarankan biar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil berguru bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas.

5.      Pemodelan (modeling)
Pemodelan ialah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang sanggup ditiru oleh setiap siswa. Modeling merupakan azas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, alasannya ialah melalui modeling siswa sanggup terhindar dari pembelajaran yang teoritis (abstrak) yang sanggup memungkinkan terjadinya verbalisme (Sanjaya, 2006:267).
Konsep pemodelan (modeling), dalam CTL menyarankan bahwa pembelajaran ketrampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh perihal cara mengoperasikan sesuatu, pertanda hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran ibarat ini, bakal lebih cepat dipahami siswa dari pada hanya bercerita atau menawarkan klarifikasi kepada siswa tanpa ditunjukan model atau contohnya (Muslich, 2009:46).
Pemodelan intinya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melaksanakan apa yang guru inginkan biar siswanya melakukan. Pemodelan sanggup berbentuk demonstrasi, pemberian contoh perihal konsep atau kegiatan belajar. Guru memberi model perihal bagaimana cara belajar. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model, bakal tetapi model sanggup dirancang dengan melibatkan siswa atau juga sanggup didatangkan dari luar.

6.      Refleksi (reflection)
Refleksi ialah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau kejadian pembelajaran yang telah dilaluinya. Dalam proses pembelajaran dengan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru menawarkan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya (Sanjaya, 2006:268).
Berdasarkan pendapat di atas sanggup dikatakan bahwa dengan memikirkan apa yang gres saja dipelajari atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, siswa bakal menyadari bahwa pengetahuan yang gres diperolehnya merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
7.      Penilaian yang riil (authentic assessment)
Penilaian aktual ialah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan gosip perihal perkembangan berguru yang dilakukan siswa.  Penilaian ini dibutuhkan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar berguru atau tidak, apakah pengalaman berguru siswa memiliki efek yang positif terhadap perkembangan baik intelektual ataupun mental siswa. Pembelajaran CTL lebih menekankan pada proses berguru bukan sekedar pada hasil berguru (Sanjaya, 2006:268).
Muslich (2009:47) Penilaian yang sesungguhnya (authentic assesment) merupakan proses pengumpulan aneka macam data yang bisa menawarkan citra atau gosip perihal perkembangan pengalaman berguru siswa. Gambaran perkembangan pengalaman berguru siswa perlu diketahui oleh guru setiap ketika biar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. Berdasarkan pendapat tersebut sanggup dikatakan dalam pembelajaran CTL evaluasi bukan sekedar pada hasil belajar, bakal tetapi lebih menekankan pada proses berguru juga. Apabila data yang  dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam pembelajaran, maka guru bisa segera melaksanakan tindakan yang sempurna biar siswa terbebas dari kemacetan tersebut.

E.     Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) :
1)      Pemahaman siswa terhadap konsep matematika tinggi sebagai berikut konsep ditemukan sendiri oleh siswa lantaran siswa menerapkan apa yang dipelajari dikehidupan sehari-hari
2)      Siswa terlibat aktif dalam memecahkan dan memiliki keterangan berfikir yang lebih tinggi lantaran siswa dilatih untuk mengunakan berfikir memecahkan suatu duduk kasus dalam mengunakan data memahami duduk kasus untuk memecahkan suatu hasil
3)      Pengetahuan perihal materi pembelajaran tertanam menurut denah yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran CTL bakal lebih bermakna
4)      Siswa sanggup mencicipi dengan duduk kasus yang konteks bagi siswa hal ini sanggup menjadikan motivasi kesukaran siswa terhadap berguru matematika semakin tinggi
5)      Siswa menjadi sanggup berdiri diatas kaki sendiri
6)      Pencapaian ketuntasan berguru siswa sanggup diharapkan
Kekurangan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) :
1)      Waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan amat banyak lantaran siswa ditentukan menemukan sendiri suatu konsis sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator, hal ini sanggup berakibat pada tahap awal materi kadang kala tidak tuntas
2)      Tidak semua komponen pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) sanggup diterapkan pada seluruh materi pelajaran tetap hanya sanggup diterapkan pada materi pembelajaran yang mengandung prasyarat yang sanggup diterapkan contextual teaching and learning(CTL)
3)      Sulit untuk menambah paradigma guru : guru sebagai pengajar keguru sebagai fasilitator dan kawan siswa dalam belajar, dalam suatu pembelajaran tentu ada kelemahan-kelemahannya biar suatu pembelajaran sanggup berjalan dengan baik maka kiprah kita sebagai guru ialah meminimalkan kelemahan-kelemahan tersebut dengan bekerja keras
4)      Penerapan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) Menurut Priyono sebuah kelas dikatakan mengunakan pendekatan contextual teaching and learning(CTL) kalau menerapkan tujuh (7) konponen tersebut dalam pembelajarannya untuk melaksanakan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) sanggup diterapkan dalam kurikulum apa saja bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaanya.











F.     Contoh Soal
1.      Dua hari lagi Nova bakal merayakan ulang tahunnya, untuk meyambut pesta ulang tahun tersebut, Nova dan Ibunya pergi ke pasar. Selain membeli majemuk kue, mereka juga membeli buah-buahan diantaranya Apel dan Jeruk. Ketika hingga disatu toko, ternyata persediaan toko tersebut hanya tinggal 10 buah apel dengan berat masing-masing 100 ons, dan 10 buah jeruk dengan berat masing-masing 200 ons. Karena barang yang dibawa sudah terlalu banyak, maka nereka memutuskan hanya membeli 2 kg ( 2000 ons) apel dan jeruk.
a)      Berapakah jumlah maisng-masing apel dan jeruk yang sanggup mereka beli? (dalam bentuk aljabar)
b)      Dari bentuk Aljabar tersebut, Nova memutuskan untuk membeli jeruk dengan jumlah paling sedikit, maka berapakah jumlah masing-masing apel dan jeruk yang harus dibeli Nova dan Ibu?

Penyelesaian :
Misalkan : Buah apel dilambangkan dengan x
                              Buah jeruk dilambangkan dengan y
Diketahui : 10 buah apel (10x)
                               x = 100 ons
10    uah jeruk (10y)
                               y = 200 ons
Ditanya :
a)      Berapakah jumlah maisng-masing apel dan jeruk yang sanggup mereka beli? (dalam bentuk aljabar)
b)      Dari bentuk Aljabar tersebut, Nova memutuskan untuk membeli jeruk dengan jumlah paling sedikit, maka berapakah jumlah masing-masing apel dan jeruk yang harus dibeli Nova dan Ibu?
Jawaban nomor a :
Langkah 1, buatlah tabel jumlah apel dan jeruk
Banyak Buah
Apel (ons)
Jeruk (ons)
1
100
200
2
200
400
3
300
600
4
400
800
5
500
1000
6
600
1200
7
700
1400
8
800
1600
9
900
1800
10
1000
20000

Langkah ke 2, Kemudian buat tabel dimana apel dan jeruk harus berjumlah 2000 ons.
Apel (ons)
200
400
600
800
1000
Jeruk (ons)
1800
1600
1400
1200
1000
Jumlah
2000
2000
2000
2000
2000

Langkah ke 3, Ubah kedalam bentuk Aljabar
Misalkan :
x ialah buah apel, dan y ialah buah jeruk
1.      2x + 9y
2.      4x + 8y
3.      6x + 7y
4.      8x + 6y
5.      10x + 5y
Jadi, Nova dan Ibu kemungkinan membeli buah apel dan buah jeruk sebanyak:
1.      2 buah apel dan 9 buah jeruk
2.      4 buah apel dan 8 buah jeruk
3.      6 buah apel dan 7 buah jeruk
4.      8 buah apel dan 6 jeruk
5.      10 buah apel dan 5 buah jeruk.

Jawaban nomor b:
Nova memutuskan untuk membeli buah apel dan buah jeruk sebanyak 10x + 5y yaitu 10 buah apel dan 5 buah jeruk.





















Daftar Pustaka
Kadir.2013.Konsep Pembelajaran Kontekstual Di Sekolah.Dinamika Ilmu,13,25
Gafur.2003.Penerapan Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching  and Learning) dan desain pesan dalam pengembangan pembelajaran dan materi ajar.Cakrawala Pendidikan,3,276-278
Zulaiha.2016.Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Implementasinya.BELAJEA:Jurnal Pendidikan Islam,01,46-47
Sabil.2011.Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL) Pada Materi Ruang Dimensi Tiga Menggunakan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (MPBM).Edumatica,01,46























0 Response to "Contextual Teaching And Learning (Ctl)"

Total Pageviews