RESENSI JURNAL
“MENGAPA DENGAN PANDUAN YANG SEDIKIT SELAMA KEGIATAN PEMBELAJARAN TIDAK BERHASIL MENGAKTIFKAN SISWA”
Judul Jurnal : Why Minimal Guidance During Instruction Does Not Work:
An Analysis of the Failure of Constructivist, Discovery, Problem-Based, Experiential, and Inquiry-Based Teaching
Judul Resensi Jurnal : Mengapa dengan panduan yang sedikit selama kegiatan
pembelajaran tidak berhasil mengaktifkan siswa
Pengarang : Paul A. Kirschner , John Sweller & Richard E. Clark
Penerbit : EDUCATIONAL PSYCHOLOGIST
Tahun Terbit : 2006
Kota Terbit : Inggris
Jumlah Halaman : 12 halaman
Resensi Jurnal Why Minimal Guidance During Instruction Does Not Work: An Analysis of the Failure of Constructivist, Discovery, Problem-Based, Experiential, and Inquiry-Based Teaching merupakan jurnal yang mengakibatkan sedikit kegemparan di komunitas pembelajaran dan training ketika diterbitkan lima tahun lalu, terutama di kalangan mereka yang bersandar kepada pendekatan konstruktivis. Tujuan dari jurnal ini ialah untuk memperlihatkan bahwa berdasarkan pengetahuan kita ketika ini architecure kognitif manusia, instruksi dipandu minimial kemungkinan tidak efektif. Hampir setengah kala dari penelitian empiris wacana persoalan ini telah menawarkan bukti-bukti dan terang bahwa bimbingan minimal selama instruksi secara signifikan kurang efektif dan efisien daripada bimbingan khusus dirancang untuk mendukung proses kognitif yang diharapkan untuk belajar. Jurnal ini khusus nya pada hal.79-81 ini berisi mengenai sejumlah tinjauan studi empiris yang menguatkan bahwa pendekatan instruksi terarah yang mencakup pembelajaran konstruktivis yang populer tidak bekerja. Di dalam jurnal ini pun menceritakan penelitian yang membandingkan intruksi terarah dengan intruksi terbimbing, beban kognitif, teladan kerja dan proses lembar kerja .
Kata Kunci : Perbandingan intruksi terbimbing dan Instruksi terarah (instruksi panduan minimal)
PENELITIAN MEMBANDINGKAN TERBIMBING DAN INSTRUKSI TERARAH
( hal. 79 – 81)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelang Masalah
Suatu teori bakal menjadi penting jikalau didukung oleh penelitian. Selama ini banyak sekali peneliti yang beropini bahwa “ pembelajaran yang memakai instruksi terarah lebih berhasil dalam meningkatkan kualitas berguru para penerima didik. Tetapi pada kenyataan dilapangan pendapat ini salah, metode "instruksi minimal dipandu," yang mencakup pembelajaran penemuan, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran penyelidikan, pengalaman belajar, dan berguru konstruktivis tersebut untuk berguru ialah bertentangan dengan apa yang yang diketahui wacana arsitektur kognitif insan dan pengolahan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka sanggup didefinisikan masalah-masalah sebagai berikut :
1. Mengapa metode "instruksi minimal dipandu," yang mencakup pembelajaran penemuan, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran penyelidikan, pengalaman belajar, dan berguru konstruktivis untuk penerima didik tidak berhasil?
2. Bagaimana metode "instruksi minimal dipandu," yang mencakup pembelajaran penemuan, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran penyelidikan, pengalaman belajar, dan berguru konstruktivis tersebut untuk berguru ialah bertentangan dengan apa yang yang diketahui wacana arsitektur kognitif insan dan pengolahan ?
C. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam pembuatan review ini ialah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan metode “ terbimbing” sanggup meningkatkan kualitas berguru penerima didik.
2. Untuk mengetahui sejauh mana metode “instruksi terarah” sanggup mempengaruhi struktur kognitif insan dan pengolahan menjadi lebih jelek dari merode “instruksi terbimbing”.
D. Manfaat
Hasil dari review ini bermanfaat untuk menawarkan masukan mengenai penggunaan metode “ instruksi terbimbing “ dan metode “ intruksi terarah” dalam pengajaran matematika. Secara praktis, studi ini sanggup dimanfaatkan dosen, guru, maupun mahasiswa untuk menentukan metode pembelajaran yang baik yang diubahsuaikan dengan kondisi penerima didik sekarang. Metode ini sanggup membantu siswa untuk mempermudah dalam pemecahan masalah, dan penguasaan materi.
BAB II
RINGKASAN JURNAL
PENELITIAN MEMBANDINGKAN TERBIMBING DAN INSTRUKSI TERARAH
Sejumlah tinjauan studi empiris telah menguatkan bahwa pendekatan instruksi terarah yang mencakup pembelajaran konstruktivis yang populer tidak bekerja. Pendekatan pembelajaran yang hampir sama tetapi berbeda nama telah bermunculan ( misal : Discovery, Problem-Based , Experiental, Inquiry – Based Teaching), tetapi menghasilkan pendapat yang sama “tidak bekerja” dan belum divalidasi, Mayer (2004). Mayer (2004) menyimpulkan bahwa “instruksi terbimbing” selalu lebih unggul walaupun penemuan-penemuan lain bermunculan, tetapi “instruksi terbimbing” selalu di diminati oleh banyak pemerhati pendidikan untuk berguru (hal.18). Dari sekian banyak penelitian yang melaporkan, bahwa instruksi terbimbing(dipandu) tidak hanya sanggup memproduksi ingat lebih cepat, tetapi sanggup juga mentransfer jangka panjang dan memiliki kemampuan memecahkan persoalan daripada fakta-fakta pendekatan terarah.
Penelitian yang mendukung bimbingan langsung ( instruksi terbimbing)
Menurut Aulls (2002) dalam pengamatannya pada sejumlah guru, ketika mereka melaksanakan kegiatan konstruktivis di kelas, untuk menggambarkan “bagunan” guru yang aktif menjelaskan ketika siswa gagal membuat kemajuan berguru dalam metode Discovery, mereka (guru dan penerima didik) menghabiskan waktu dalam interaksi instruksional terlalu usang tanpa mendapatkan tujuan.
Hardiman, Pollatsek, dan Weil (1986) , Brown dan Campione (1994) mencatat bahwa ketika siswa berguru ilmu di dalam kelas dengan metode murni – inovasi ( Experiental) menghasilkan umpan balik yang minimal dan mereka (peserta didik) sering menjadi hilang kendali, frustasi, dan kebinggungan mereka (peserta didik) sanggup mengakibatkan kesalah pahaman dalam beropini dan penarikan kesimpulan.
Carson, Lundy, ddan Schneider(1992) ; Schӓuble (1990), menemukan bahwa awal yang salah menjadi lebih umum dalam situasi pembelajaran menyerupai itu, inovasi terarah yang paling tidak berhasil.
Moreno (2004) Chall (2000), Mc Keough, Lupart, dan Marini (1995), Schӓubel (1990), dan Singley (1989). menyimpulkan bahwa siswa bakal berguru lebih baik ketika pembelajaran terbimbing daripada menemukan sendiri.
Klahr dan Nigam (2004), dalam studi pentingnya penerima didik tidak hanya di uji ketika metode instruksi berjalan, tetapi sehabis instruksi pun penerima didik di uji apakah penerima didik memiliki kemampuan yang lebih atau tidak, apakah kualitas penerima didik berrbeda atau tidak, apakah penerima didik bisa menstrasfer berguru mereka untuk konteks yang gres atau tidak. Dari hasil penelitiannya didapat bahwa instruksi terbimbing dengan contoh-contoh yang mendukung pengajaran menimbulkan penerima didik lebih mau berguru dibanding menemukannya sendiri ( instruksi terarah) .
Beban Kognitif
Sweller (1999;2004), Mayer (2001), Paas, Renkl, dan Sweller (2003;2004), Winn (2003), mencatat bahwa meskipun dugaan laba dari lingkungan terarah untuk membantu siswa untuk mendapatkan makna dari materi pembelajaran, beban kognitif teori menunjukkan bahwa eksplorasi bebas dari lingkungan yang sangat kompleks dapat menghasilkan beban memori kerja berat yang merugikan belajar. Saran ini sangat penting dalam kasus peserta didik pemula, yang tidak memiliki skema yang tepat untuk mengintegrasikan informasi baru dengan pengetahuan mereka sebelumnya.
Tuovinen dan Sweller (1999) menunjukkan bahwa praktik eksplorasi (teknik penemuan) menyebabkan beban kognitif yang jauh lebih besar dan menyebabkan belajar menjadi lebih miskin dari contoh praktek kerja. Para pelajar yang lebih luas tidak mengalami efek negatif dan manfaat yang sama dari kedua jenis perlakuan.
Mayer (2001) menggambarkan sebuah perpanjangan rangkaian percobaan dalam instruksi multimedia yang telah ia dan rekan-rekannya rancang pada gambar rancangan Sweller (1988, 1999) pada teori beban kognitif dan sumber teoritis berbasis kognitif lainnya.
Intuksi terbimbing memakai 2 cara untuk mengaktifkan penerima didik :
1. memakai teladan kerja
2. lembar kerja proses
1. Contoh Kerja
Contoh kerja merupakan inti dari instruksi terbimbing, sedangkan menemukan solusi untuk masalah di lingkungan kaya informasi yang sama merupakan inti dari panduan minimal pembelajaran penemuan.
Sweller dan Cooper (1985) dan Cooper dan Sweller (1987), menunjukkan akhir teladan kerja mereka (peneliti) menemukan bahwa siswa yang berguru aljabar lebih banyak menentukan belajar aljabar contoh bekerja daripada memecahkan masalah setara.
(Carroll, 1994; Miller, Lehman, & Koedinger, 1999; Paas, 1992; Paas & van Merriënboer , 1994; Pillay, 1994; Quilici & Mayer, 1996; Trafton & Reiser, 1993), efek demonstrasi awal , telah didistribusikan pada banyak sekali kesempatan menggunakan berbagai macam peserta didik untuk mempelajari berbagai materi yang sama banyak. untuk pemula, belajar contoh bekerja tampaknya selalu unggul menemukan atau membangun solusi untuk masalah.
Menurut Sweller, (1988), pembelajaran dengan pemecahan persoalan dapat berfungsi sempurna tanpa belajar apapun.
Pencarian atas beban terbatas memori kerja pemecahan masalah dan memerlukan kerja sumber daya memori yang bakal digunakan untuk kegiatan yang tidak berafiliasi dengan pembelajaran, kesudahannya penerima didik dapat terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah untuk waktu yang lama dan belajar hampir tidak ada (Sweller et al., 1982).
Dengan mempelajari contoh bekerja dapat mengurangi beban memori kerja karena pencarian dikurangi atau dihilangkan dan mengarahkan perhatian (yaitu, mengarahkan kerja sumber daya memori) untuk mempelajari hubungan penting antara gerakan pemecahan masalah. Siswa belajar untuk mengenali yang bergerak diperlukan untuk masalah tertentu, sebagai dasar untuk masukan kerangka pemecahan masalah (Chi, Glaser, & Rees, 1982).
Ada kondisi di mana efek teladan bekerja (efek keahlian pembalian) tidak mungkin diperoleh ;
1. Contoh kerja mustahil diperoleh ketika contoh dikerjakan sendiri terstruktur dengan cara yang membebankan beban kognitif berat.
Dengan kata lain, sangat mungkin untuk struktur contoh dikerjakan dengan cara yang membebankan berat beban kognitif sebagai usaha untuk belajar dengan menemukan solusi masalah (Tarmizi & Sweller, 1988; Ward & Sweller, 1990).
2. efek teladan bekerja pertama menghilang dan kemudian berbalik menjadi keahlian meningkat bagi peserta didik.
Pemecahan masalah hanya menjadi relatif efektif bila peserta didik cukup berpengalaman sehingga mempelajari contoh bekerja adalah, bagi mereka, kegiatan berlebihan yang meningkatkan beban memori kerja dibandingkan dengan menghasilkan solusi yang dikenal (Kalyuga, Chandler, Tuovinen, & Sweller, 2001).
Kalyuga, Ayres, Chandler, & Sweller, (2003), menekankan pada pentingnya menyediakan pemula di tempat dengan bimbingan luas karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup dalam memori jangka panjang untuk mencegah tidak menghasilkan pencarian pemecahan masalah. Bimbingan itu bisa lambat hanya dengan peningkatan pengetahuan keahlian dalam memori jangka panjang dapat mengambil alih dari bimbingan eksternal.
2. Proses lembar kerja.
Cara lain untuk membimbing instruksi adalah menggunakan lembar kerja proses (VanMerriënboer, 1997). Lembar kerja tersebut memberikan gambaran tentang tahapan yang harus dilakukan melalui memecahkan masalah serta petunjuk atau aturan praktis yang sanggup membantu untuk berhasil menyelesaikan setiap tahap. Siswa dapat berkonsultasi lembar kerja proses , sementara mereka bekerja pada tugas-tugas belajar dan mereka dapat menggunakannya untuk mencatat hasil antara dari proses pemecahan masalah.
Nadolski, Kirschner, dan van Merriënboer (2005), contohnya, mempelajari efek dari lembar kerja proses dengan mahasiswa hukum dan menemukan bahwa ketersediaan lembar kerja proses memiliki efek positif pada kinerja tugas belajar, ditandai dengan koherensi yang lebih tinggi dan konten yang lebih akurat dari kasus hukum yang sedang dikembangkan. Peserta didik menerima bimbingan melalui lembar kerja proses mengungguli peserta didik kiri untuk menemukan prosedur yang tepat sendiri.
BAB III
KAJIAN TEORI
Pembelajaran yang menitik beratkan pada persoalan ialah pembelajaran yang berpusat di siswa, siswa berguru wacana subjek dalam konteks yang kompleks, beragam, dan persoalan realistis. Bekerja dalam kelompok, siswa mengidentifikasi apa yang mereka sudah tahu, apa yang mereka perlu tahu, dan bagaimana dan di mana untuk mengakses informasi gres yang sanggup menimbulkan resolusi masalah.
Peran pelatih ialah sebagai fasilitator pembelajaran yang menawarkan perancah sesuai proses ,mengajukan pertanyaan menyelidiki, menyediakan sumber daya yang sesuai, dan memimpin diskusi kelas, serta merancang penilaian siswa. Peran pelatih yang sedikit isyarat sering mengakibatkan siswa menjadi hilang kendali , frustrasi, dan kebingungan mereka sanggup mengakibatkan kesalahpahaman dalam mengasumsikan suatu permasalah dan menarik kesimpulan dari permasalahan yang diberikan.
Untuk meminimalisir persoalan tersebut diharapkan instruksi terbimbing yang bisa mengarahkan siswa kearah yang diinginkan. Intruksi terbimbing sebaiknya dipakai pada setiap pembelajaran yang menitik beratkan pada pembelajaran berbasis persoalan ( menyerupai : Problem based Learning ( PBL), Discovery, konstruktivisme, Eksperimen, dan pembelajaran berbasis Inquiri).
A. Instruksi Terbimbing
1. Model Instruksi Terbimbing
Model pembelajaran instruksi terbimbing ialah model pembelajaran yang menekankan pada penguasaan konsep dan/atau perubahan sikap dengan mengutamakan pendekatan deduktif, dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) transformasi dan ketrampilan secara langsung; (2) pembelajaran berorientasi pada tujuan tertentu; (3) materi pembelajaran yang telah terstuktur; (4) lingkungan berguru yang telah terstruktur; dan (5) distruktur oleh guru. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dan dalam hal ini guru seyogyanya memakai banyak sekali media yang sesuai, contohnya film, tape recorder, gambar, peragaan, dan sebaganya. Informasi yang disampaikan sanggup berupa pengetahuan prosedural (yaitu pengetahuan wacana bagaimana melaksanakan sesuatu) atau pengetahuan deklaratif, (yaitu pengetahuan wacana sesuatu sanggup berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi). Kritik terhadap penggunaan model ini antara lain bahwa model ini tidak sanggup dipakai setiap waktu dan tidak untuk semua tujuan pembelajaran dan semua siswa.
2. Tahapan Model Pembelajaran Instruksi Terbimbing
Tahapan atau sintaks model pembelajaran instruksi terbimbing berdasarkan Bruce dan Weil (1996), sebagai berikut:
- Orientasi. Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, bakal sangat menolong siswa jikalau guru menawarkan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang bakal disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi sanggup berupa: (1) kegiatan pendahuluan untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa; (2) mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran; (3) menawarkan penjelasan/arahan mengenai kegiatan yang bakal dilakukan; (4) menginformasikan materi/konsep yang bakal dipakai dan kegiatan yang bakal dilakukan selama pembelajaran; dan(5) menginformasikan kerangka pelajaran.
- Presentasi. Pada fase ini guru sanggup menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-konsep maupun keterampilan. Penyajian materi sanggup berupa: (1) penyajian materi dalam langkah-langkah kecil sehingga materi sanggup dikuasai siswa dalam waktu relatif pendek;(2) pemberian contoh-contoh konsep; (3) pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara demonstrasi atau klarifikasi langkah-langkah kerja terhadap tugas; dan (4) menjelaskan ulang hal-hal yang sulit.
- Latihan terstruktur. Pada fase ini guru memandu siswa untuk melaksanakan latihan-latihan. Peran guru yang penting dalam fase ini ialah menawarkan umpan balik terhadap respon siswa dan menawarkan penguatan terhadap respon siswa yang benar dan mengoreksi respon siswa yang salah.
- Latihan terbimbing. Pada fase ini guru menawarkan kesempatan kepada siswa untuk berlatih konsep atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga dipakai oleh guru untuk mengases/menilai kemampuan siswa untuk melaksanakan tugasnya. Pada fase ini kiprah guru ialah memonitor dan menawarkan bimbingan jikalau diperlukan.
- Latihan mandiri. Pada fase ini siswa melaksanakan kegiatan latihan secara mandiri, fase ini sanggup dilalui siswa jikalau telah menguasai tahap-tahap pengerjaan kiprah 85-90% dalam fase bimbingan latihan.
Di lain pihak, Slavin (2003) mengemukakan tujuh langkah dalam sintaks pembelajaran instruksi terbimbing, yaitu sebagai berikut.
- Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa. Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan kinerja siswa yang diharapkan.
- Me-review pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam tahap ini guru mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai siswa.
- Menyampaikan materi pelajaran. Dalam fase ini, guru memberikan materi, menyajikan informasi, menawarkan contoh-contoh, mendemontrasikan konsep dan sebagainya.
- Melaksanakan bimbingan. Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan konsep.
- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih. Dalam tahap ini, guru menawarkan kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilannya atau memakai informasi gres secara individu atau kelompok.
- Menilai kinerja siswa dan menawarkan umpan balik. Guru menawarkan reviu terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, menawarkan umpan balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan jikalau diperlukan.
- Memberikan latihan mandiri. Dalam tahap ini, guru sanggup menawarkan tugas-tugas berdikari kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah mereka pelajari.
3. Situasi Pembelajaran Instruksi Terbimbing sanggup di Gunakan
Beberapa situasi yang memungkinkan model pembelajaran instruksi terbimbing cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran:
- Ketika guru ingin mengenalkan suatu bidang pembelajaran yang gres dan menawarkan garis besar pelajaran dengan mendefinisikan konsep-konsep kunci dan memperlihatkan keterkaitan di antara konsep-konsep tersebut.
- Ketika guru ingin mengajari siswa suatu keterampilan atau mekanisme yang memiliki struktur yang terang dan pasti.
- Ketika guru ingin memastikan bahwa siswa telah menguasai keterampilan-keterampilan dasar yang diharapkan dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa, contohnya penyelesaian persoalan (problem solving).
- Ketika guru ingin memperlihatkan sikap dan pendekatan-pedekatan intelektual (contohnya memperlihatkan bahwa suatu argumen harus didukung oleh bukti-bukti, atau bahwa suatu penjelajahan wangsit tidak selalu berujung pada balasan yang logis)
- Ketika subjek pembelajaran yang bakal diajarkan cocok untuk dipresentasikan dengan pola penjelasan, pemodelan, pertanyaan, dan penerapan.
- Ketika guru ingin menumbuhkan ketertarikan siswa bakal suatu topik.
- Ketika guru harus memperlihatkan teknik atau prosedur-prosedur tertentu sebelum siswa melaksanakan suatu kegiatan praktik.
- Ketika guru ingin memberikan kerangka parameter-parameter untuk memandu siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran kelompok atau independen.
- Ketika para siswa menghadapi kesulitan yang sama yang sanggup diatasi dengan klarifikasi yang sangat terstruktur.
- Ketika lingkungan mengajar tidak sesuai dengan taktik yang berpusat pada siswa atau ketika guru tidak memiliki waktu untuk melaksanakan pendekatan yang berpusat pada siswa.
4. Kelebihan dan Keterbatasan Model Pembelajaran Instruksi Terbimbing
Kelebihan model pembelajaran instruksi terbimbing:
- Dengan model pembelajaran instruksi terbimbing, guru mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga sanggup mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa.
- Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.
- Dapat dipakai untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut sanggup diungkapkan.
- Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual yang sangat terstruktur.
- Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah.
- Dapat menjadi cara untuk memberikan informasi yang banyak dalam waktu yang relatif singkat yang sanggup diakses secara setara oleh seluruh siswa.
- Memungkinkan guru untuk memberikan ketertarikan pribadi mengenai mata pelajaran (melalui presentasi yang antusias) yang sanggup merangsang ketertarikan dan dan antusiasme siswa.
- Ceramah merupakan cara yang bermanfaat untuk memberikan informasi kepada siswa yang tidak suka membaca atau yang tidak memiliki keterampilan dalam menyusun dan menafsirkan informasi.
- Secara umum, ceramah ialah cara yang paling memungkinkan untuk membuat lingkungan yang tidak mengancam dan bebas stres bagi siswa. Para siswa yang pemalu, tidak percaya diri, dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tidak merasa dipaksa dan berpartisipasi dan dipermalukan.
- Model pembelajaran terbimbing sanggup dipakai untuk membangun model pembelajaran dalam bidang studi tertentu. Guru sanggup memperlihatkan bagaimana suatu permasalahan sanggup didekati, bagaimana informasi dianalisis, dan bagaimana suatu pengetahuan dihasilkan.
- Pengajaran yang eksplisit membekali siswa dengan ”cara-cara disipliner dalam memandang dunia (dan) dengan memakai perspektif-perspektif alternatif” yang menyadarkan siswa bakal keterbatasan perspektif yang inheren dalam pemikiran sehari-hari.
- Model pembelajaran terbimbing yang menekankan kegiatan mendengar (contohnya ceramah) dan mengamati (contohnya demonstrasi) sanggup membantu siswa yang cocok berguru dengan cara-cara ini.
- Ceramah sanggup bermanfaat untuk memberikan pengetahuan yang tidak tersedia secara langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh yang relevan dan hasil-hasil penelitian terkini.
- Model pembelajaran terbimbing(terutama demonstrasi) sanggup memberi siswa tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di antara teori (yang seharusnya terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka lihat).
- Demonstrasi memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil dari suatu kiprah dan bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya. Hal ini penting terutama jikalau siswa tidak memiliki kepercayaan diri atau keterampilan dalam melaksanakan kiprah tersebut.
- Siswa yang tidak sanggup mengarahkan diri sendiri sanggup tetap berprestasi apabila model pembelajaran langsung dipakai secara efektif.
- Model pembelajaran terbimbing bergantung pada kemampuan refleksi guru sehingga guru sanggup terus menerus mengevaluasi dan memperbaikinya.
Keterbatasan Model Pembelajaran Instruksi terbimbing:
- Model pembelajaran instruksi terbimbing bersandar pada kemampuan siswa untuk mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, guru masih harus mengajarkannya kepada siswa.
- Dalam model pembelajaran instruksi terbimbing, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa.
- Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka.
- Karena guru memainkan kiprah pusat dalam model ini, kesuksesan taktik pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa sanggup menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka bakal terhambat.
- Terdapat beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik model pembelajaran instruksi terbimbing, sanggup berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah, kemandirian, dan keingintahuan siswa.
- Model pembelajaran instruksi terbimbing sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang jelek cenderung menghasilkan pembelajaran yang jelek pula dan model pembelajaran instruksi terbimbing membatasi kesempatan guru untuk menampilkan banyak sikap komunikasi positif.
- Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model pembelajaran langsung mungkin tidak sanggup memberi siswa kesempatan yang cukup untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan.
- Model pembelajaran langsung memberi siswa cara pandang guru mengenai bagaimana materi disusun dan disintesis, yang tidak selalu sanggup dipahami atau dikuasai oleh siswa. Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk mendebat cara pandang ini.
- Jika model pembelajaran instruksi terbimbing tidak banyak melibatkan siswa, siswa bakal kehilangan perhatian sehabis 10-15 menit dan hanya bakal mengingat sedikit isi materi yang disampaikan.
- Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran instruksi terbimbing bakal membuat siswa percaya bahwa guru bakal memberitahu mereka semua yang perlu mereka ketahui. Hal ini bakal menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran mereka sendiri.
- Karena model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi satu arah, guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa. Hal ini sanggup membuat siswa tidak paham atau salah paham.
- Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa. Sayangnya, banyak siswa bukanlah pengamat yang baik sehingga sanggup melewatkan hal-hal yang dimaksudkan oleh guru.
B. Instruksi dengan Sedikit Bimbingan
a) Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, bakal tetapi melalui taktik pembelajaran berbasis persoalan siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya.
b) Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menuntaskan masalah. Strategi pembelajaran berbasis persoalan menempatkan persoalan sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa persoalan mustahil ada proses pembelajaran.
c) Pemecahan persoalan dilakukan dengan memakai pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan memakai metode ilmiah ialah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian persoalan didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
2. Tujuan Model Instruksi dengan Sedikit Bimbingan
a) Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.
b) Belajar peranan orang remaja yang autentik.
c) Menjadikan siswa berusaha berpikir kritis dan bisa mengembangkan kemampuan analisisnya serta menjadi pembelajar yang mandiri.
d) Memberikan dorongan kepada penerima didik untuk tidak hanya sekedar berpikir sesuai yang bersifat konkret tetapi lebih dari itu berpikir terhadap ide-ide yang ajaib dan kompleks.
3. Tahapan Model Instruksi dengan Sedikit Bimbingan
Tahap | Tingkah Laku guru |
Tahap-1 Orientasi siswa pada masalah | Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau kisah untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan persoalan yang dipilih. |
Tahap-2 Mengorganisasi siswa untuk belajar | Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasi kiprah berguru yang berafiliasi dengan persoalan tersebut |
Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok | Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan klarifikasi dan pemecahan masalah. |
Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya | Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai menyerupai laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk menyebarkan kiprah dengan temannya. |
Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah | Guru membantu siswa untuk melaksanakan refleksi atau penilaian terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. |
4. Keunggulan dan Keterbatasan Model Pembelajaran Instruksi dengan Sedikit Bimbingan
Keunggulan Model Pembelajaran Instruksi dengan sedikit Bimbingan
Sebagai suatu taktik pembelajaran, taktik pembelajaran berbasis persoalan memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
1. lebih memahami isi pelajaran.
2. dapat menantang kemampuan siswa serta menawarkan kepuasan untuk menentukan pengetahuan gres bagi siswa.
3. dapat meningkatkan kegiatan pembelajaran siswa.
4. dapat membantu siswa bagaimana mentrasfer pengetahuan mereka untuk memahami persoalan dalam kehidupan nyata.
5. dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6. lebih menyenangkan dan disukai siswa.
7. dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
8. dapat menawarkan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
9. dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar.
10. Dapat menambah wawasan guru.
Dari uraian di atas sanggup disimpulkan bahwa taktik pembelajaran berbasis persoalan harus dimulai dengan kesadaran adanya persoalan yang harus dipecahkan. Pada tahapan ini guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh insan atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa, pada tahapan ini ialah siswa sanggup menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari banyak sekali fenomena yang ada.
Ketebatasan Model Pembelajaran Instruksi dengan sedikit Bimbingan
Di samping memiliki keunggulan, taktik pembelajaran berbasis persoalan juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya:
1. Manakala siswa dihadapkan pada permasalahan yang sulit untuk dipecahkan, maka mereka bakal merasa enggan untuk mencoba.
2. Membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
3. Memerlukan materi bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga akomodasi internet. Semua ini bakal menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu juga bakal terhambat.
4. Tanpa bimbingan siswa bakal menjadi tidak terarah dan konsep menjadi salah.
5. Manakala siswa dihadapkan pada persoalan yang sulit siswa hilang kendali , frustrasi, dan kebingungan mereka sanggup mengakibatkan kesalahpahaman pada konsep.
6. Sulit untuk mengarahkan pada tujuan yang diinginkan.
C. Teori Beban Kognitif
Teori beban kognitif telah dirancang untuk menawarkan pedoman dimaksudkan untuk membantu dalam penyajian informasi dengan cara yang mendorong kegiatan berguru yang mengoptimalkan kinerja intelektual. Teori ini mempekerjakan aspek pengolahan informasi teori untuk menekankan keterbatasan bersamaan memori kerja beban berguru selama pembelajaran. Itu membuat penggunaan skema sebagai unit utama analisis untuk desain materi ajar. Teori ini memperlihatkan bahwa berguru terbaik terjadi dalam kondisi yang selaras dengan arsitektur kognitif manusia.
Teori beban kognitif menyediakan kerangka kerja umum dan memiliki implikasi yang luas untuk desain instruksional , dengan memungkinkan desainer instruksional untuk mengontrol kondisi berguru dalam lingkungan atau, lebih umum, dalam kebanyakan materi ajar. Secara khusus, ia menyediakan pedoman berbasis empiris yang membantu desainer instruksional mengurangi beban kognitif gila selama pembelajaran dan dengan demikian memfokuskan kembali perhatian penerima didik terhadap materi erat, sehingga meningkatkan erat (skema terkait) beban kognitif.
Teori beban kognitif (Paas, Renkl & Sweller, 2004; Sweller, 2004) menyebutkan bahwa beban kognitif dalam memori pekerja sanggup disebabkan oleh tiga sumber yaitu:
(1) beban kognitif instrinsik (intrinsic cognitive load); (2) beban kognitif ekstrinsik (extrinsic cognitive load) dan (3) beban kognitif konstruktif (german cognitive load). Beban kognitif intrinsik ialah tingkat menempel kesulitan yang terkait dengan topik pembelajaran tertentu. Istilah ini pertama kali dipakai pada 1990-an oleh Chandler dan Sweller. Menurut mereka, semua instruksi memiliki kesulitan yang menempel terkait dengan itu (contohnya, perhitungan 2 + 2, dibandingkan memecahkan persamaan diferensial ). Kesulitan yang menempel ini dihentikan diubah oleh instruktur. Namun, banyak skema sanggup dipecah menjadi individu "subschemas" dan diajarkan secara terpisah, untuk kemudian dibawa kembali tolong-menolong dan digambarkan sebagai keseluruhan gabungan.
Beban kognitif instrinsik ditentukan oleh tingkat kekompleksan informasi atau materi yang sedang dipelajari, sedangkan beban kognitif ekstrinsik ditentukan oleh teknik penyajian materi tersebut (Sweller & Chandler, 1994). Beban kognitif intrinsik tidak sanggup dimanipulasi lantaran sudah menjadi aksara dari interaktifitas elemen-elemen di dalam materi. Sehingga, beban kognitif intrinsik ini bersifat tetap. Namun, beban kognitif ekstrinsik sanggup dimanipulasi. Teknik penyajian materi yang baik, yaitu yang tidak menyulitkan pemahaman, bakal menurunkan beban kognitif ekstrinsik. Pemahaman suatu materi sanggup gampang terjadi jikalau ada pengetahuan prasyarat yang cukup yang sanggup dipanggil dari memori jangka panjang. Jika pengetahuan prasyarat ini sanggup hadir di memori pekerja secara otomatis, maka beban kognitif ekstrinsik bakal semakin minimum. Semakin banyak pengetahuan yang sanggup dipakai secara otomatis, semakin minimum beban kognitif di memori pekerja. Dalam hal ini, kapasitas memori pekerja menjadi semakin meningkat.
Materi yang secara intrinsik memiliki beban berat, jikalau disajikan dengan baik, maka proses kognitif di memori pekerja bakal berjalan dengan lancar. Sebaliknya, meskipun beban kognitif intrinsik suatu materi ialah ringan, jikalau disajikan dengan tidak baik, menyerupai terlalu banyak atau acak, maka proses kognitif di memori pekerja bakal berjalan dengan lambat atau berhenti.
Jika memori pekerja telah dipenuhi oleh beban kognitif intrinsik dan ekstrinsik, maka tidak ada muatan yang tersisa untuk beban kognitif konstruktif. Beban kognitif konstruktif ialah beban kognitif yang diakibatkan oleh proses kognitif yang relevan dengan pemahaman materi yang sedang dipelajari dan proses konstruksi (akuisisi skema) pengetahuan. Jika tidak ada beban kognitif konstruktif, berarti memori pekerja tidak sanggup mengorganisasikan, mengkonstruksi, mengkoding, mengelaborasi atau mengintegrasikan materi yang sedang dipelajari sebagai pengetahuan yang tersimpan dengan baik di memori jangka panjang. Dengan kata lain, informasi yang disajikan tidak dipelajari dengan baik. Informasi tersebut mungkin berhasil disimpan di memori jangka panjang, tapi mungkin bakal sulit dipanggil kembali atau tidak terkoneksi dengan pengetahuan yang relevan. Hal ini berakibat pada lambatnya proses pembelajaran yang terkait di masa selanjutnya
Proses kognitif konstruktif tersebut terjadi secara otomatis jikalau memang ada muatan di memori pekerja yang kosong akhir dari minimalnya beban kognitif intrinsic dan ekstrinsik. Tetapi, sanggup dipengaruhi oleh motivasi dan sikap siswa terhadap materi yang dipelajari. Tanpa adanya motivasi dan sikap yang baik terhadap proses pemelajaran, meskipun materi telah dimanajemen dengan baik, hasil pembelajaran mungkin tidak maksimal.
Implikasi dari fungsi memori pekerja dalam mendesain metode pembelajaran antara lain: (1) perlu memahami tingkat kekompleksan materi yang bakal dipelajari atau banyaknya informasi yang bakal disampaikan; (2) perlu mengetahui tingkat pengetahuan awal siswa yang bakal mempelajari materi yang disampaikan; (3) meminimalkan jumlah dari beban kognitif intrinsik dan ekstrinsik; dan (4) memfasilitasi proses yang meningkatkan beban kognitif konstruktif yaitu akuisisi dan konstruksi skema pengetahuan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Bimbingan pembelajaran langsung penyediaan informasi yang secara keseluruhan menjelaskan konsep dan prosedur, termasuk santunan taktik belajar.
[Jangka panjang memori] tidak lagi dilihat sebagai repositori pasif diskrit, fragmen terisolasi dari informasi yang memungkinkan kita untuk mengulangi apa yang telah kita pelajari. Juga tidak dipandang hanya sebagai sebuah komponen arsitektur kognitif insan yang besar lengan berkuasa hanya periferal pada proses kognitif yang kompleks menyerupai berpikir dan pemecahan masalah. Sebaliknya, memori jangka panjang kini dipandang sebagai pusat, struktur lebih banyak didominasi kognisi manusia. Segala sesuatu yang kita lihat, dengar, dan pikirkan sangat tergantung pada dan dipengaruhi oleh memori jangka panjang .
De Groot (1945/1965) Seorang hebat catur, diikuti oleh Chase dan Simon (1973), telah menawarkan imbas yang besar pada konseptualisasi bidang wacana kiprah memori jangka panjang.
- Pecatur Ahli jauh lebih bisa daripada pemula untuk mereproduksi konfigurasi papan dilihat sebentar diambil dari permainan nyata, tetapi tidak berbeda dalam mereproduksi konfigurasi papan acak (lihat juga Egan & Schwartz, 1979; Jeffries, Turner, Polson, & Atwood, 1981; Sweller & Cooper, 1985)
- Pemecah persoalan Expert berasal keterampilan mereka dengan menggambar pada pengalaman yang luas tersimpan dalam memori jangka panjang mereka dan kemudian dengan cepat menentukan dan menerapkan mekanisme terbaik untuk memecahkan masalah. Oleh lantaran itu, "Kami terampil di tempat lantaran memori jangka panjang saya berisi sejumlah besar informasi mengenai daerah. Informasi yang memungkinkan kita untuk dengan cepat mengenali karakteristik situasi dan memperlihatkan kepada kita, sering secara tidak sadar, apa yang harus dilakukan dan kapan melakukannya “.
- Kemudian berikut bahwa "Tujuan dari semua instruksi untuk mengubah memori jangka panjang. Jika tidak ada yang berubah dalam memori jangka panjang, tidak ada yang telah dipelajari. Setiap rekomendasi instruksional yang tidak atau tidak sanggup menentukan apa yang telah berubah dalam memori jangka panjang, atau yang tidak meningkatkan efisiensi dengan mana informasi yang relevan disimpan dalam atau diambil dari memori jangka panjang, kemungkinan tidak efektif ".
- Kita tahu bahwa pemecahan masalah, yang merupakan pusat untuk satu mekanisme instruksional menganjurkan bimbingan minimal, disebut instruksi berbasis penyelidikan, menempatkan beban yang besar pada memori kerja (Sweller, 1988). Tanggung jawab niscaya harus pada mereka yang mendukung instruksi berbasis penyelidikan untuk menjelaskan bagaimana mekanisme tersebut circumvents batas populer memori kerja ketika berhadapan dengan informasi baru.
Tujuan dari instruksi ialah untuk "memberi penerima didik bimbingan khusus wacana bagaimana kognitif memanipulasi informasi dengan cara yang konsisten dengan tujuan belajar, dan menyimpan hasilnya dalam memori jangka panjang . Namun, pencarian berbasis persoalan membuat tuntutan berat pada memori kerja. Selain itu, beban memori kerja tidak menawarkan donasi pada akumulasi pengetahuan dalam memori jangka panjang.
Peserta didik harus membangun representasi mental atau skema terlepas dari apakah mereka diberi informasi yang lengkap atau parsial. Informasi lengkap bakal menghasilkan representasi yang lebih akurat yang juga lebih gampang diperoleh. Konstruktivisme Oleh lantaran itu berdasarkan pada pengamatan bahwa, meskipun secara deskriptif akurat, tidak mengakibatkan teori desain pembelajaran preskriptif atau teknik pedagogis yang efektif (Clark & Estes, 1998, 1999; Estes & Clark,1999; Kirschner, Martens, & Strijbos, 2004).
Ada perbedaan yang terang antara berguru disiplin dan berlatih disiplin. Ini mungkin sebuah kesalahan fundamental untuk menganggap bahwa isi pedagogik dari pengalaman berguru identik dengan metode dan proses (yaitu, epistemologi) dari disiplin yang dipelajari dan kesalahan untuk menganggap instruksi yang harus secara langsung berfokus pada metode dan proses ... .Kirschner (1991, 1992) juga beropini bahwa cara spesialis bekerja dalam nya domain (epistemologi) tidak sama dengan cara kita berguru di tempat itu (pedagogi). Sebuah garis yang sama pikiran sehat diikuti oleh Dehoney (1995), yang mengemukakan bahwa model mental dan taktik para hebat telah dikembangkan melalui proses yang lambat dari pengalaman di bidang pengumpulan domain mereka.
M enurut Kyle (1980), penelitian ilmiah ialah kemampuan kinerja yang sistematis dan pemeriksaan menggabungkan kemampuan berpikir tak terkendali sehabis seseorang telah memperoleh, pengetahuan kritis luas dari subyek tertentu melalui proses pengajaran formal. Ini mungkin tidak bisa disamakan dengan metode pemeriksaan pengajaran ilmu pengetahuan, teknik pengajaran diri instruksional, atau teknik pengajaran terbuka. Pendidik yang membingungkan keduanya bersalah atas penyalahgunaan penyelidikan sebagai paradigma yang menjadi dasar taktik pembelajaran .
Bukti kuat dari yang dirancang dengan baik, dikontrol studi eksperimental juga mendukung bimbingan pembelajaran langsung (contohnya, lihat Moreno, 2004; Tuovinen & Sweller, 1999). Hardiman, Pollatsek, dan Weil (1986) dan Brown dan Campione (1994) mencatat bahwa ketika siswa berguru ilmu di dalam kelas dengan metode murni inovasi dan umpan balik minimal, mereka sering menjadi hilang dan frustrasi, dan kebingungan mereka sanggup mengakibatkan kesalahpahaman. Lain (contohnya, Carlson, Lundy, & Schneider, 1992; Schäuble, 1990) menemukan bahwa lantaran awal yang salah yang umum dalam situasi pembelajaran menyerupai itu, inovasi terarah yang paling sering tidak efisien.
Teori beban kognitif memperlihatkan bahwa eksplorasi bebas dari lingkungan yang sangat kompleks sanggup menghasilkan beban memori kerja berat yang merugikan belajar. Saran ini sangat penting dalam hal penerima didik pemula, yang tidak memiliki skema yang tepat untuk mengintegrasikan informasi gres dengan pengetahuan sebelumnya. [Diuji ingat langsung fakta, serta keterampilan pemecahan persoalan dan mentransfer].
Bekerja teladan efek - penerima didik (pemula) yang diharapkan untuk memecahkan persoalan melaksanakan lebih jelek pada tes berikutnya persoalan daripada penerima didik yang mempelajari setara teladan bekerja. (Sweller & Cooper, 1985; Cooper & Sweller, 1987; Carroll, 1994; Miller, Lehman, & Koedinger, 1999; Paas, 1992; Paas & van Merriënboer, 1994; Pillay, 1994; Quilici &Mayer, 1996; Trafton & Reiser, 1993).
Pemecahan persoalan pencari ialah cara yang tidak efisien untuk mengubah memori jangka panjang ... dan beban berat terbatas memori kerja ... Sebaliknya, mempelajari teladan dikerjakan baik mengurangi beban memori kerja lantaran pencarian dikurangi atau dihilangkan dan mengarahkan perhatian (yaitu, mengarahkan kerja sumber daya memori ) untuk mempelajari kekerabatan penting antara gerakan pemecahan masalah. Siswa berguru untuk mengenali yang bergerak diharapkan untuk persoalan tertentu, dasar untuk akuisisi pemecahan persoalan skema (Chi, Glaser, & Rees, 1982).”."Karakteristik yang berubah memori kerja ketika memproses bersahabat sebagai lawan materi diinduksi gila Ericsson dan Kintsch (1995) mengusulkan struktur terpisah, jangka panjang memori kerja, untuk menangani informasi baik berguru dan otomatis"
Kondisi di mana imbas bekerja-contoh mustahil diperoleh:
- Ketika teladan bekerja dengan sendirinya terstruktur dengan cara yang membebankan beban kognitif berat
- Ketika meningkat keahlian penerima didik (efek bakal menurun kemudian berbalik arah, imbas pembalikan keahlian)
Menurut Elstein (1994) organisasi pengetahuan dan akuisisi skema yang lebih penting untuk pengembangan keahlian dari penggunaan metode tertentu pemecahan masalah. Dalam hal ini, penelitian kognitif telah memperlihatkan bahwa untuk mencapai keahlian dalam domain, penerima didik harus mendapatkan skema yang diharapkan yang memungkinkan mereka untuk bermakna dan efisien menginterpretasikan informasi dan mengidentifikasi struktur masalah. Skema mencapai hal ini dengan membimbing pemilihan informasi yang relevan dan pemutaran dari informasi yang tidak relevan.
Epistemologi disiplin tidak harus gundah dengan pedagogi untuk mengajar atau berguru itu. Praktek profesi ialah tidak sama dengan berguru untuk berlatih profesi.
Penekanan pada aplikasi mudah apa yang sedang dipelajari sepertinya sangat positif. Namun, mungkin kesalahan untuk mengasumsikan bahwa isi pedagogik dari pengalaman berguru identik dengan metode dan proses (yaitu, epistemologi) dari disiplin yang dipelajari dan kesalahan untuk mengasumsikan bahwa instruksi harus secara langsung berfokus pada aplikasi.
Tapi Kirschner dan rekan-penulis beropini bahwa berpusat pada siswa berguru "membuat tuntutan berat pada memori kerja". Pemikiran menyerupai ini segera, jangka pendek dan prosedural, dan tidak membantu siswa melaksanakan upaya mereka untuk memori jangka panjang. Tanpa bimbingan, siswa harus mengerahkan sejumlah besar perjuangan mental untuk memahami informasi di depan mereka. Memecahkan persoalan mekanisme cenderung membanjiri setiap memori dan pemahaman wacana kekerabatan antara unit.
Pemecahan persoalan memerlukan penelusuran pemecahan persoalan dan pencarian harus terjadi memakai memori kerja yang terbatas. Pemecahan persoalan pencari ialah cara yang tidak efisien untuk mengubah memori jangka panjang lantaran fungsinya ialah untuk menemukan solusi masalah, tidak mengubah memori jangka panjang. Memang, pencarian pemecahan persoalan sanggup berfungsi tepat tanpa berguru apapun .
Dengan demikian, siswa benar-benar kelebihan beban dan tidak yakin di mana untuk memulai, dan mungkin tidak lebih jauh ke depan pada simpulan latihan.
Para penulis menjelaskan bahwa kelebihan kognitif ini terutama terlihat untuk "pelajar pemula, yang tidak memiliki skema yang tepat untuk mengintegrasikan informasi gres dengan pengetahuan mereka sebelumnya. Dengan kata lain, siswa yang tidak memiliki latar belakang yang kuat dalam suatu topik tertentu tidak bisa menarik dari pengalaman sebelumnya untuk memahami tugas-tugas gres di depan mereka. Inilah sebabnya mengapa mereka begitu kelebihan beban berurusan dengan prosedural pemecahan masalah. Tanpa skema, atau perancah, informasi menjadi tumpukan menyeramkan yang mengakibatkan frustrasi. Ketika siswa berguru "dengan metode murni inovasi dan umpan balik minimal, mereka sering menjadi hilang dan frustrasi. Selain itu, rasa frustrasi ini sanggup "menyebabkan kesalahpahaman" dan salah langkah yang "tidak efisien" .
Akibatnya, siswa gres untuk topik perlu "bimbingan luas lantaran mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup dalam memori jangka panjang untuk mencegah tidak produktif pencarian pemecahan masalah. Instruksi langsung ialah kuncinya. Kirschner, Sweller, dan Clark menyelidiki sejumlah kasus-kasus individu di mana instruksi dibimbing guru sangat penting. Dengan konsep-konsep matematika baru, contohnya, seorang guru harus bekerja di luar persamaan dengan siswa. Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa teladan dikerjakan "kedua mengurangi beban memori kerja lantaran pencarian dikurangi atau dihilangkan dan mengarahkan perhatian (yaitu mengarahkan kerja sumber daya memori) untuk mempelajari kekerabatan penting antara pemecahan masalah-bergerak. Para penulis juga memperlihatkan bahwa siswa "harus membangun representasi mental atau skema terlepas dari apakah mereka diberi informasi yang lengkap atau parsial. Informasi lengkap bakal menghasilkan representasi yang lebih akurat yang juga lebih gampang diperoleh. Mereka beropini bahwa "pertumbuhan tubuh penelitian [adalah] memperlihatkan bahwa siswa berguru lebih dalam dari kuat dipandu berguru daripada dari penemuan"; Selain itu, baru-baru ini "temuan itu ambigu. Instruksi langsung yang melibatkan bimbingan yang cukup, termasuk contoh-contoh, menghasilkan jauh lebih berguru dari penemuan. Mereka relatif sedikit siswa yang berguru melalui inovasi memperlihatkan gejala kualitas unggul pembelajaran ".
Para penulis memperlihatkan bahwa taktik bimbingan minimal dapat bekerja, tetapi hanya jikalau siswa telah memperoleh pengetahuan yang luas terlebih dahulu: "bimbingan bisa santai hanya dengan keahlian peningkatan pengetahuan dalam memori jangka panjang sanggup mengambil alih dari bimbingan eksternal”.
BAB V
KESIMPULAN
A. Simpulan
Penelitian empiris wacana persoalan instruksi dipandu minimial kemungkinan tidak efektif telah menawarkan bukti-bukti dan terang bahwa bimbingan minimal selama instruksi secara signifikan kurang efektif dan efisien daripada bimbingan khusus dirancang untuk mendukung proses kognitif yang diharapkan untuk belajar. Meskipun penelitian ini masih banyak pro dan kontra, namun penelitian ini telah menawarkan masukan yang cukup baik untuk isyarat pengajaran selanjutnya.
B. Implikasi
Selama tahun 1990, beberapa ahli teori mulai mempelajari beban kognitif siswa (orang-orang dengan pengetahuan sebelumnya sedikit atau tidak dari materi pelajaran) selama pemecahan masalah. Teori beban kognitif diterapkan dalam beberapa konteks (Paas, 1992; Moreno & Mayer, 1999; Mousavi, Low, & Sweller, 1995; Chandler dan Sweller, 1992; Sweller & Cooper, 1985; Cooper & Sweller, 1987). Berdasarkan hasil penelitian mereka, para penulis ini tidak mendukung gagasan yang memungkinkan siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan belajar sakit-terstruktur. Lingkungan belajar ill-structured bergantung pada peserta didik untuk menemukan solusi masalah (Jonassen, 1997). Jonassen (1997) juga menyarankan bahwa siswa diajarkan dengan "baik-terstruktur" lingkungan belajar.
Jonassen (1997) juga mengusulkan dirancang dengan baik, lingkungan belajar yang terstruktur menyediakan perancah untuk pemecahan masalah. Akhirnya kedua Sweller dan dukungan Jonassen skenario pemecahan masalah untuk pelajar lebih maju (Jonassen, 1997; luga, Ayres, Chandler, dan Sweller, 2003).
Sweller dan rekan-rekannya bahkan menyarankan baik terstruktur lingkungan belajar, seperti yang disediakan oleh contoh-contoh bekerja, tidak efektif bagi mereka dengan lebih banyak pengalaman-ini kemudian digambarkan sebagai "efek pembalikan keahlian" (Kalyuga et al., 2003). Teori beban kognitif menyarankan contoh bekerja pada awalnya, dengan pengenalan bertahap pemecahan masalah skenario; ini digambarkan sebagai "petunjuk memudar efek" (Renkl, Atkinson, Maier, dan Staley, 2002; Sweller, 2003). Masing-masing dari ide-ide ini memberikan lebih banyak bukti untuk ACT-R kerangka Anderson (Clark & Elen, 2006). [38] kerangka ACT-R ini menunjukkan pembelajaran dapat dimulai dengan mempelajari contoh-contoh.
Akhirnya Mayer menyatakan: "Dengan demikian, kontribusi psikologi adalah untuk membantu memindahkan upaya reformasi pendidikan dari dunia kabur dan tidak produktif ideologi-yang kadang-kadang menyembunyikan pendidikan di bawah bendera berbagai versi konstruktivisme-ke dunia yang tajam dan produktif teori berbasis penelitian wacana bagaimana orang belajar. "(Mayer, 2004, hal. 18).
C. Saran
1. Mengingat untuk waktu yang diberikan untuk mereview jurnal ini sangat singkat, maka diharapkan pembaca lain sanggup melanjutkan review yanglebih signifikan.
2. Kepada pengajar diharapkan memakai metode-metode yang telah disarankan, tetapi lebih baik lagi jikalau memadukan keduanya ( misal kunstruktivisme terbimbing, Discovery terbimbing, Problem Based-Learning terbimbing, Experimen terbimbing, dan Pembelajaran berbasis inquiri terbimbing ) biar pembelajaran bisa lebih terarah dan selaras dengan arsitektur kognitif manusia, sehingga beban kognitif siswa sanggup diminimalisir..
DAFTAR PUSTAKA
Sweller, J. (1988). Cognitive load during problem solving: Effects on learning. Cognitive Science, 12, 257–285.
Sweller, J. (1999). Instructional design in technical areas. Camberwell, Australia: ACER Press.
Sweller, J. (2003). Evolution of human cognitive architecture. In B. Ross (Ed.), The psychology of learning and motivation (Vol. 43, pp. 215–266).
San Diego, CA: Academic. Sweller, J. (2004). Instructional design consequences of an analogybetween evolution by natural selection and human cognitive architecture. Instruc -
tional Science, 32, 9–31.
Sweller, J., & Cooper, G. A. (1985). The use of worked examples as a substitute forproblem solvinginlearningalgebra. Cognition and Instruction,2, 59–89.
Sweller, J., Mawer, R., & Howe, W. (1982). The consequences of his - tory-cued and means-ends strategies in problems solving. American Journal of Psychology , 95 , 455–484.
Sweller, J., van Merriënboer, J. J. G., & Paas, F. (1998). Cognitive architecture and instructional design. Educational Psychology Review, 10, 251–296.
Tarmizi, R., & Sweller, J. (1988). Guidance during mathematical problem solving. Journal of Educational Psychology, 80, 424–436.
Trafton, J. G., & Reiser, R. J. (1993). The contribution of studying examples and solving problems toskill acquisition. InM. Polson (Ed.), Proceedings of the 15th Annual Conference of the Cognitive Science Society (pp.1017–1022). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Tuovinen, J. E., & Sweller, J. (1999). A comparison of cognitive load associated with discovery learning and worked examples. Journal of Educational Psychology, 91, 334–341.
Van Joolingen, W. R., de Jong, T., Lazonder, A. W., Savelsbergh, E. R., & Manlove, S. (2005). Co-Lab: Research and development of an online learning environment for collaborat
ive scientific discovery learning. Computers in Human Behavior, 21, 671–688.
Winn, W. (2003). Research methods and types of evidence for research in educational psychology. Educational Psychology Review, 15, 367–373.
Woltz, D. J. (2003). Implicit cognitive processes as aptitudes for learning. Educational Psychologist, 38, 95–104.
0 Response to "Resensi Jurnal “Mengapa Dengan Panduan Yang Sedikit Selama Acara Pembelajaran Tidak Berhasil Mengaktifkan Siswa”"