Latest News

Model Pembelajaran Perkara Based Learning

            Pada tahun 2000-an pembelajaran matematika realistik imulai berkembang di Indonesai. PMRI yang berkembang selama ini berawal dari pembelajaran yang dilakukan di Belanda, dengan sebutan Realistic Mathematic Education atau lebih dikenal dengan istilah RME.
PMRI mengacu pada pendapat fruedenthal yang menyampaikan bahwa matematika harus harus dikaitkan dengan realitas dan matematika merupakan kegiatan manusia. Hal ini berarti harusdekat dengan anak dan relevan dengan situasi sehari-hari. Matematika sebagai kegiatan insan maksudnya insan harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali inspirasi dan konsep matematika.
Menurut Treffers (1991) mengkaifikasikan empat pendekatan pembelajaran matemaika, yaitu mekanistik, emperistik, strukturalis, dan realistik. Mekanistik lebih memfokuskan pada Drill, emperistik lebih menekankan matematisasi horisontal ( pengidentifikasian, perumusan dan pemvisualan dilema dalam cara yang berbeda, merumuskan dilema kehidupan sehari-hari ke dalam bentuk matematika) , strukturalis lebih menekankan pada matematisasi vertikal ( memperbaiki model, memakai model yang berbeda, memadukan dan mengombinasikan model, menandakan keteraturan, merumskan konsep matematika yang baru) , sedangkan realistik menawarkan perhatian yang seimbang antara matematisasi horisontal dan vertikal.
Menurut Streefland (1991) prinsip utama dalam mencar ilmu mengajar yang menurut pada pengajaran realistik adalah:
a.       Constructing and Concretizing
Pada prinsip ini dikatakan bahwa mencar ilmu matematika ialah kegiatan konstruksi. Karakteristik konstruksi ini tampak terang dalam pembelajaran, yaitu siswa menemukan sendiri mekanisme untuk dirinya sendiri. Pengkonstruksian ini bakal lebih menghasilkan apabila memakai pengalaman dan benda-benda konkret.
b.      Levels and Models
Belajar konsep matematika atau keterampilan ialah proses yang merentang panjang dan bergerak pada level abstraksi yang bervariasi. Untuk sanggup mendapatkan kenaikan dalam level ini dari batas kontesks aritmatika informal hingga aritmatika formal dalam pembelajaran dipakai model supayadapat menjembatani antara kasatmata dan abstrak.
c.       Reflection and Special Assignment
Belajar matematika dan kenaikan level khusus dari proses mencar ilmu ditingkatkan melalui refleksi. Penilaian terhadap seseorang tidak hanya menurut pada hasil saja, tetapi juga memahami bagaimana proses berpikir seseorang. Perlu dipertimbangkan bagaimana menawarkan evaluasi terhadap tanggapan siswa yang bervariasi.
d.      Social context and ineraction
Belajar bukan hanya merupakan kegiatan individu, tetap sesuatu yang terjadi dalam masyarakat dan pribadi bekerjasama dengan konteks sosiokutural. Maka dari itu di dalam belajar, siswa harusdiberi kesempatan bertukar pikiran, langgar argumen, dan sebagainya.
e.       Structuring and interwining
Belajar matematika bukan hanya terdiri dari peresapan kumpulan pengetahuan dan unsur-unsur keterampilan yang tidak berhubungan, tetapi merupakan kesatuan yang terstruktur. Konsep gres dan objek mental harus cocok dengan dasar pengetahuan yang lebih besar atau lebih kecil sehingga dalam pembelajaran diupayakan biar ada keterkaitan antara yang satu dan yang lainnya.
Berdasarkan pada uraian di atas, intinya prinsip atau inspirasi yang mendasari PMRI  ialah situasi dikala siswa diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide-ide matematika. Berdasarkan situasi realistik, siswa didorong untuk mengonstruksi sendiri dilema realistik, alasannya ialah dilema yang dikonstruksi oleh siswa bakal menarik siswa lain untuk memecahkannya. Proses yang bekerjasama dalam berpikir dan pemecahan dilema ini sanggup meningkatkan hasil mereka dalam masalah.
Langkah-Langkah
1.      Memahami dilema konstektual
Guru menawarkan dilema (soal) konstektual dan siswa diminta untuk memahami dilema tersebut. Guru menjelaskan soal atau dilema dengan menawarkan petunjuk/saran seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang dipahami siswa. Pada langkah ini karakteristik PMRI yang diterapkan ialah karakteristik pertama. Selain itu, pemberian dilema kontekstual berarti memberi peluang terlaksananya prinsip pertama dari PMRI.
2.      Menyelesaikan dilema konstekstual
Siswa secara individual disuruh menuntaskan dilema konstekstual pada buku siswa atau Lomba Kompetensi Siswa dengan caranya sendiri. Cara pemecahan dan tanggapan dilema yang berbeda lebih diutamakan. Guru memotivasi siswa untuk menuntaskan dilema tersebut dengan menawarkan pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa memperoleh penyelesaian soal. Misalnya : bagaimana kau tahu itu, bagaimana caranya, mengapa kau berpikir ibarat itu, dll.
Pada tahap ini siswa dibimbing untuk menemukan kembali ihwal inspirasi atau konsep atau definisi dari soal matematika. Disamping itu, pada tahap ini siswa juga diarahkan untuk membentuk dan mengguakan model sendiri untuk membentuk dan menggunakannya guna memudahkan menuntaskan dilema (soal). Guru dibutuhkan tidak memberitahu penyelesaian soal atau dilema tersebut, sebelum siswa memperoleh penyelesaiannya sendiri.
Pada langkah ini semua prinsip PMRI muncul, sedangkan karakteristik PMRI yang muncul ialah karakteristik ke-2, memakai model.
3.      Membandingkan dan mendiskusikan tanggapan
Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan tanggapan mereka dalam kelompok kecil. Setelah itu, hasil dari diskusi itu dibandingkan dengan diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Pada tahap ini sanggup dipakai siswa untuk melatih keberanian mengemukakan pendapat, meskipun berbeda dengan teman lain atau bahkan dengan gurunya. Karakteristik PMRI yang muncul pada tahap ini ialah penggunaan inspirasi atau donasi siswa, sebagai upaya untuk mengaktifkan siswa melalui optimalisasi interaksi antara siswa dan siswa, antara guru dan siswa, dan antara siswa dan sumber belajar.
4.      Menarik kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan ihwal konsep, definisi, teorema, prinsip atau mekanisme matematika yang terkait dengan dilema kontekstual yang gres diselesaikan. Karakteristik PMRI yang muncul pada langkah ini ialah memakai interaksi anatara guru dan siswa.
Kelebihan
-          Pembelajaran matematika realistik menawarkan pengertian yang terang kepada siswa ihwal kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.
-          Pembelajaran matematika realistik menawarkan pengertian yang terang kepada siswa bahwa matematika ialah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
-          Pembelajaran matematika realistik menawarkan pengertian yang terang kepada siswa cara penyelesaian suatu soal atau dilema tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang sanggup menemukan atau memakai cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau dilema tersebut. Selanjutnya, dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, bakal sanggup diperoleh cara penyelesaian yang tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian dilema tersebut.
-          Pembelajaran matematika realstik menawarkan pengertian yang terang kepada siswa bahwa dalam memperajali matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan derma pihak lain yang lebih mengetahui (guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakana tidak bakal tercapai.
Kekurangan
-          Tidak gampang untuk mengubah pandangan yang fundamental ihwal aneka macam hal, contohnya mengenai siswa, guru, dan peranan sosial atau dilema kontekstual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk sanggup diterapkan PMRI.
-          Pencarian soal-soal konstektual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu gampang untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih alasannya ialah soal-soal tersebut harus sanggup diselesaikan dengan majemuk cara.
-          Tidak gampang bagi guru untuk mendorong siswa biar sanggup memilih aneka macam cara dalam menuntaskan soal atau memeahkan masalah.
-          Tidak gampang bagi guru untuk memberi derma kepada siswa biar sanggup melaksanakan inovasi kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.

DAFTAR PUSTAKA
Shoimin, A. (2014). 68 model pembelajaran inovatif dalam kurikulum 2013. Sleman, Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.

0 Response to "Model Pembelajaran Perkara Based Learning"

Total Pageviews